Rabu, 08 April 2015

Mengapa Konsep Total Productive Maintenance (TPM) Gagal di Implementasikan.....

Beberapa waktu yang lalu saya berdiskusi dengan salah satu Production Manager di sebuah industri manufacture yang sudah malang melintang di dunia industri lebih dari 15 tahun. Sebut saja dengan Manager Veteran.

Kita berdiskusi tentang implementasi TPM di perusahaan tempat beliau bekerja dan kondisi manufacture di Indonesia saat ini.

Manager Veteran bercerita kalau TPM sudah berjalan lebih dari 7 tahun dan sudah berulang kali melakukan kompetisi di Jepang sebagai Head Office Companynya. 
Saya mengatakan... it's Very Great.... kemudian saya bertanya, apa yang dirasakan sekarang di Production Area ? tentunya productivitas akan tinggi dan semuanya terkendali dengan baik karena sudah menjalankan TPM cukup lama. Tetapi jawabannya sangat mengejutkan saya. Manager Veteran bercerita.... Oh sama saja keadaannya seperti sebelum konsep TPM dijalankan. Wah ini menarik, pikir saya.

Sama bagaimana sahut saya? ya sama saja.. masih banyak terjadi masalah mesin Break Down dan Production Planning yang tidak terpenuhi kata Manager Veteran.

Tolong ceritakan ke saya bagaimana cara merecord dan mengimplementasikan perhitungan OEE..? hal ini saya tanyakan karena Point Penting di dalam konsep TPM adalah cara merecord dan menghitung hasil OEE.

Manager Veteran mengatakan... Wah... kita kesulitan merecord dan menghitung hasil OEE karena mesin kita sering berhenti dan juga Order yang masuk dari PPIC sangat fluktuatif sekali. Akhirnya kita sekedar merecord hasil OEE dan beberapa kali kita "tembak"..... 
Woahhh... kata saya.......
Beliau melanjutkan ceritanya.... akhirnya lama kelamaan Atasan dan kita sendiri tidak percaya dengan hasil OEE dan tidak menggunakannya sebagai parameter pengukuran Produkticitas...
Lantas menggunakan cara apa sekarang...? kata saya?
Kita menggunakan parameter Target Vs Actual sebagai parameter Productivitas.
Oh ... berarti kembali ke konsep Konvensional lagi dong.... sahut saya.
Iya bisa dikatakan demikian.... sahut Manager Veteran.....

Itulah sedikit gambaran tentang kegagalan yang dialami dalam menjalankan konsep TPM.
Kemudian apa penyebabnya? apakah hanya masalah konsistensi Recording saja?
Sepintas memang demikian .... tetapi menurut saya bukan Konsistensi Recording penyebab utamanya. Penyebab Utamanya adalah Kesalahan Konsep Berpikir dari Management Level tentang Konsep Implementasi TPM. 
Kebanyakan Orang beranggapan bahwa TPM adalah sekedar Program Maintenance atau Tools untuk merecord Breakdown mesin atau bahkan bahkan untuk catatan History Mesin saja. Padahal TPM adalah sebuah POLA PIKIR tentang bagaimana melakukan Management Control di area Produksi (bahkan Company, karena TPM juga melibatkan departemen terkait seperti PPIC, Purchasing, Quality, dll meskipun memang Core nya di Production Area).

TPM adalah POLA PIKIR memaintain 4M (Man - Material - Method - Machine) di area Produksi...
TPM adalah tempat untuk merubah pola pikir karyawan dari metode Konvensional menjadi metode OEE (Overall Equipment Effectiveness).
TPM adalah sabagai tempat Data Center tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi sepanjang proses produksi di jalankan.

Konsep TPM akan membuka kita semua tentang MASIH ADAKAH RUANG IMPROVEMENT di AREA PRODUKSI ? bukan hanya sekedar Recording tentang Productivitas.

Sebagai bahan Review marilah kita lihat bersama tentang Bagan Konsep perhitungan OEE dibawah ini.

Dari bagan OEE diatas terlihat bahwa setiap Losses yang muncul selama proses produksi berlangsung akan ditangkap oleh kotak kotak Losses yang ada dan dibagi menjadi 4 Kotak Losses yaitu:
1. Management Losses, yang akan menangkap Losses yang diakibatkan oleh keputusan Management seperti: Briefing sebelum bekerja, Pemakaian alat APD (Alat Pangaman Diri), kegiatan 5S, dll.
2. Problem Losses, yang akan menangkap Looses yang diakibatkan karena problem yang timbul selama proses produksi berlangsung dan dapat ditangkap dengan mata langsung seperti: Break Down mesin, Setup Mesin, Parts Shortage.
3. Minor Stoppage, yang akan menangkap Losses yang diakibatkan karena problem yang muncul dan tidak dapat ditangkap mata secara langsung seperti, Idle Mesin, Loss Control.
4. Inferior Losses, yang akan menangkap Losses dari Inferior Produk.

Masing-masing Losses tersebut kemudian di convert ke bentuk bilangan yaitu:
1. OTR = On Time Ratio atau dikenal juga dengan Availability Ratio. yang menunjukkan performance kehandalan mesin serta operasionalnya (setup, parts shortage)
2. PER = Performance yang menunjukkan Management Skill Production Member dalam menangkap Losses yang tidak kelihatan mata secara langsung.
3. QR = Quality Ratio yang menunjukkan Ratio Kualitas Produk yang dihasilkan.
4. Total Performance dihitung dengan OEE yang didapat dengan mengalikan OTR, PER dan QR.

Dengan rumusan diatas sangat jelas terlihat bahwa Tujuan Utama dari Konsep perhitungan OEE adalah untuk melihat seberapa Losses yang muncul di dalam proses produksi kita, bukan hanya recording saja.
Dengan mengungkapkan semua Losses yang muncul maka akan dengan mudah kita menangani problem yang ada dan ini artinya menaikkan Angka Produktifitas suatu Proses.

Kemudian, timbul pertanyaan .... Lantas.... Apakah Kelebihan Nyata dari metode perhitungan OEE diatas?

Mari kita lihat bagan Perbandingan dibawah ini yang menggambarkan Perbandingan Perhitungan Produktifitas dengan menggunakan metode yang Konvensional dengan menggunakan metode OEE.


Dapat terlihat bahwa di dalam metode perhitungan Konvensional (kolom sebelah kiri), Losses yang ditangkap hanya Management Losses dan Mesin Rusak sehingga hasil perhitungan Productivitynya mencapai angka 90%.

Apa akibat dari angka 90% tersebut?
Kita semua merasa senang karena Ratio Productivitas kita tinggi yaitu 90%. Dan angka ini pula yang disampaikan ke Atasan kita...... dan Ironisnya atasan kita juga senang dengan angka 90% tersebut..... Inilah salah satu POLA PIKIR yang diterjemahkan SALAH oleh Management Level  (Pola pikir Management... tertingginya 100%... jadi kalau sekarang hasilnya 90%... ya baguslah) dan hal tersebut banyak yang tidak menyadarinya.
Hal ini juga yang menjadikan tanya jawab besar...... Mengapa Produktifitasnya tinggi tetapi Delivery Performancenya Rendah dan masih sering mendapat Customer Complain tentang Delivery)...... 
Pertanyaan ini sering tidak bisa terjawab oleh banyak Management Level sampai sekarang...

Sekarang mari kita masukkan data yang ada dengan menggunakan metode OEE (kolom samping kanan) dimana semua Losses kita hitung..... apa hasilnya ? Angka Productivitas kita menjadi rendah sekali yaitu 71%.
.... Nah disinilah masalah itu muncul ? Beranikah kita menyatakan bahwa angka Produktifitas kita di angka 71%....? Pasti Management Level akan bertanya (dengan nada marah pastinya) mengapa kok rendah sekali...? (Mengapa rendah? karena Pola pikirnya MAX 100%, kalau sekarang 70%.... ya rendah). Daripada kita yang kena marah maka sebaiknya tidak menggunakan formula ini. 
Bahkan pernah terjadi Management Level juga tidak senang dengan angka ini... karena.... angka ini akan di pandang rendah oleh Customer jika bertanya tentang angka produktifitas kita.... dan ada kemungkinan Customer tidak jadi order atau stop order........
Pemahaman inilah yang banyak terjadi dan menyebabkan TPM tidak 100% dijalankan dan banyak yang beranggapan bahwa Konsep TPM adalah Jelek....

Rangkaian cerita diatas adalah sebagai jawaban Mengapa TPM sangat sulit sekali di implementasikan di Indonesia (atau bahkan di perusahaan di luar Indonesia).

Padahal dari pengalaman saya, OEE di angka 85% saja... itu adalah Angka Productivitas yang sudah luar biasa BAGUS dan perlu energi Ekstra untuk mencapainya dan Delivery Performance sudah bisa mencapai 99,... %
Mengapa demikian ?
1. OEE tidak mungkin 100%, dengan Management Losses yang ditetapkan 20 menit saja ... OEE Max 96%
2. Di dalam proses produksi pasti terjadi Setup Time ataupun Change Type
3. Manusia ataupun Mesin tidak mungkin berjalan terus tanpa Idle Time.
4. Inferior Produk masih muncul

Untuk itu, untuk menjalankan Konsep TPM, salah satu hal utama yang harus dirubah adalah POLA PIKIR tentang angka Produktifitas.
Masihkah kita Nyaman dengan angka 90%, yang kelihatannya BAGUS tetapi menyimpan Gunung ES yang tinggi dan kita tidak bisa menyelesaikan Problem yang terjadi.
ATAU
RUBAH Pola Pikir kita bahwa Produktifitas kita sebenarnya 71%.... Kelihatan jelek tetapi memang kenyataanya seperti itu dan kita mempunyai RUANG IMPROVEMENT yang lebih luas untuk mencapai 85% bahkan ke angka 90% atau lebih.

Untuk mempelajari TPM lebih detail silahkan berkunjung ke
Atau ingin lebih dalam mempelajari TPM Project, silahkan berkunjung ke

Salam
Indro Agung Hadoko

Cikarang, Medio April 2015

0 comments:

Posting Komentar