Jumat, 12 September 2014

Indonesia on Global Competitiveness Index 2014-2015

Indonesia berhasil merangkak empat peringkat di Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum (WEF) menjadi urutan 34 pada tahun ini dari sebelumnya di peringkat 38. Namun prestasi ini masih jauh tertinggal dari negara tetangga, seperti Malaysia yang ada di urutan 20 dan Thailand yang ada di peringkat 31.
Meski demikian kita perlu berbangga hati karena secara trend kita cukup memiliki kekuatan pacu (+19) yang melebihi Malaysia (melambat -4) dan Thailand (melambat -5) seperti yang terlihat pada grafik dibawah ini.

Sehingga prospek bisnis ke depannya kita mempunyai ruang improvement yang lebih lebar dibandingkan ke 2 negara tersebut. Apalagi kita, menurut WEF (World Economic Forum), berada pada kelompok negara "Efficiency Driven" seperti yang terlihat di tabel berikut ini.



























Sementara dari efisiensi pasar tenaga kerja, Indonesia berada di peringkat 110 atau jauh di bawah Thailand di posisi 66 dan Malaysia peringkat 19. Penyebabkan karena penentuan upah yang sangat signifikan.

Merujuk laporan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung memberikan pembelaannya. Dia menilai, saat ini investor atau pihak lain seharusnya dapat memandang penetapan Upah Minimum Regional (UMR) di Indonesia sebagai upaya mensejahterakan rakyat.

"Kami tidak bisa bilang UMR Indonesia sekarang ini terlalu tinggi, karena kami ingin mensejahterakan rakyat yang sebagian besar adalah pekerja," kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis (4/9/2014) malam.

Menurutnya, permasalahan saat ini yang terjadi pada pekerja Indonesia bukan terkait upah tinggi melainkan persoalan produktivitas.

"Yang diitung cost upah per unit. Jadi misalnya upah sekarang Rp 2,2 juta per bulan, tapi kita cuma bisa menghasilkan 10 unit, maka akan menjadi mahal. Sebaliknya, jika gaji Rp 3 juta atau Rp 5 juta, tapi memproduksi 100 unit, maka jatuhnya murah," terang Chairul.


Paragraf terakhir itulah The Real GOALS of KAIZEN.

Pertanyaan berikutnya adalah, Metode KAIZEN yang bagaimanakah yang cocok dengan budaya kerja di Indonesia?

BeMMOS System adalah  Metode Kaizen yang menggabungkan pola pikir implementasi KAIZEN dengan budaya kerja di Indonesia. Sistem ini telah teruji mampu menurunkan biaya produksi sampai dengan 68% sesuai dengan pemaparan yang disampaikan oleh Menko Perekonomian, Bpk Chairul Tanjung.

Ingin mengetahui bagaimanakah hasil BeMMOS System, silahkan berkunjung ke
http://www.indroagunghandoko.com/2014/08/the-result-of-productivity-improvement.html

Untuk mengetahui bagaimanakah pola kerja  BeMMOS System, silahkan berkunjung ke

www.indroagunghandoko.com/p/additional-2.html

www.indroagunghandoko.com/p/gallery-achievement.html


Kamis, 28 Agustus 2014

The Result of Productivity Improvement with BeMMOS System

BeMMOS System = Behavioural of Manufacturing Management Operating System.
 
BeMMOS System adalah suatu Sistem yang mengintegrasikan antara Behavior Pekerja dengan Manajemen Operating System di Manufacturing yang dapat meningkatkan Productivity di level yang tinggi dan terus menerus meningkat.
 
BeMMOS System sangat cocok dengan Budaya Kerja Indonesia

Berikut ini adalah contoh hasil implementasi BeMMOS System di salah satu perusahaan Automotive Parts Cmpany.

Untuk memepelajari lebih lanjut tentang BeMMOS System silahkan berkunjung ke
http://www.indroagunghandoko.com/p/additional-2.html

Jumat, 18 Juli 2014

Manajemen Operational Maintenance di Industri Manufacture

Iya nih.... Technical Skill mereka rendah sekali........
atau...... mengerjakan pekerjaan teknis begini saja kok tidak bisa.....
.... atau Selesainya Laaamaa banget.... padahal sangat mudah sekali.
.... Itulah beberapa anggapan dari Mid Level dan Managerial Level tentang kinerja para teknisi di industri manufacture.
Benarkah demikian? Technical Skill para Teknisi Maintenance yang rendah menjadi salah satu hambatan terbesar di dalam manajemen pengelolaan maintenance di Industri Manufacture?
Atau jangan-jangan itu semua bukan salah mereka, tetapi ada unsur kesalahan pada Mid Level dan Managerial level.

Di dalam salah satu Project Development saya di bagian Maintenance / Production Engineering di salah satu Automotive Parts Company, setelah di lakukan observasi, sangat terlihat bahwa Kegagalan di bagian Maintenance / Production Engineering bukan semata kesalahan Teknisi atau karena Technical Skill mereka yang rendah tetapi memang kita tidak membuat Manajemen Mintenance yang Trstruktur dan Trintegrasi serta berorientasi terhadap GOALS yang ditetapkan.

Marilah kita bersama melihat Brown Paper hasil observasi di salah satu Automotive Parts Company dibawah ini..................


Dari hasil Oservasi Brown Paper diatas terlihat:
Di level Manager hanya mempunyai 2 Plan yaitu: New Model Preparation dan Menyiapkan Dies / Jig untuk improvement. Disini terlihat sama sekali Manager tidak mempunyai Plan untuk menyelenggarakan kegiatan Maintenance. Mereka hanya konsentrasi pada kegiatan project baru dan improvement. Dan kalau di observe lebih detail mereka hanya mengandalkan "Plan" karena ada tugas yang masuk dari Marketing atau Atasan untuk alasan improvement. Tidak ada sama sekali "Plan" untuk Merawat Dies / Jig.

Sekarang kita lihat di level Leader,
Terlihat leader hanya memiliki 2 Plan yaitu: Permohonan Perbaikan Tooling Produksi dan Permintaan Maintenance Dies. Disini sama seperti level Manager, tidak ada plan yang keluar dari posisi Leader. Karena kalau kita observe lebih dalam, "Plan" yang ada merupakan Job Order dari Produksi. Tidak ada sama sekali "Plan" untuk merawat Dies / Jig.

Management Control yang ada, langsung lompat ke bagian Report. Marilah kita observe lebih detail.
Di level Operator, terdapat 2 report yaitu: Check Sheet Maintenance dan Laporan Kerja Harian. Dan kalau kita observe lebih detail, report ini bukan report tentang keadaan Dies / Jig tetapi hanya laporan kegiatan Operator sehari - hari, artinya laporan aktivitas operator yang menunjukkan "Saya telah Bekerja hari ini"

Di level Leader, terdapat 3 report: Repair Dies Harian, Pemakaian Spare Parts dan Riwayat Dies. Kalau kita observe lebih detail terlihat bahwa report ini juga menunjukkan laporan kegiatan Leader sehari-hari, sama seperti laporan pada level operator. Tidak ada sama sekali report tentang keadaan Dies / Jig.

Di level Manager, terdapat 1 report yang disampaikan pada saat Quality Objective Meeting. Dan setelah dilakukan observasi yang lebih dalam, di dalam Quality Objective Meeting hanya dilaporkan tentang "APA yang telah dikerjakan" bukan APA yang telah di hasilkan.

Sekarang marilah kita lihat Brown Paper secara menyeluruh,
Dapat terlihat bahwa selama ini seluruh Personel Maintenance  / PE mulai dari Manager level sampai dengan Operator tidak membuat "PLAN" sama sekali tentang kegiatan "Perawatan Dies / Jig" dan ironisnya ada Report keluar. Bagaimana bisa? tidak ada PLAN tetapi ada REPORT ?
Selain itu, tidak ada sama sekali ASSIGN pekerjaan yang ada, semuanya dibiarkan mengambang dan berjalan apa adanya, dianggap semua personel tahu tanggung jawab masing-masing. Tidak ada RACI sama sekali.
Ditambah lagi tidak ada Follow Up dan Monitoring terhadap pekerjaan yang ada.

Sehingga, bagaimana mungkin suatu Kegiatan Maintenance:
"No Assignment"
"No Follow Up / Monitoring"
"No GOALS"
"No Result Report"
.... akan menghasilkan hasil yang memuaskan ???? pasti tidak.
................. dan hasil dari Management Control yang ada sekarang ini adalah:
............................. DOWN TIME............. Tidak Terkontrol ............ dan Tinggi

Jadi, masihkah kita beranggapan hanya Technical Skill Para Teknisi yang menjadi masalah atau Kita di Mid Level dan Managerial Level yang belum melakukan sesuatu untuk Kegiatan Maintenance.

Demikian hasil observasi saya di bagian Maintenance / Production Engineering di salah satu Automotive Parts Company.
Hasil observasi ini masih akan berlanjut dengan membuat "Improved Management Control System" yang Simple, Terstruktur dan Terintegrasi untuk mencapai GOALS yang telah ditentukan serta untuk mendukung Project "Productivity Improvement di bagian Produksi" yang sudah dan sedang berjalan dan telah dapat meningkatkan Produktifitas secara keseluruhan Company sampai dengan 33% bahkan di beberapa area (Stamping) dapat meningkat sampai dengan 52%..... No Additional Budget in Machinery..... only Change The System and The Mind Set.

Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kita di dalam bekerja di dunia Manufacturing.
Untuk dapat membaca artikel yang lain silahkan berkunjung ke www.indroagunghandoko.com

Cikarang, Mid July 2014